MENIMBANG KEPEMIMPINAN PAK WH 2017-2022
![]() |
JUDUL ARTIKEL : MENIMBANG KEPEMIMPINAN PAK WH 2017-2022 Deskripsi : MENIMBANG KEPEMIMPINAN PAK WH 2017-2022 Oleh: Bambang D. Suseno Pendidik dan Peneliti Manajemen Perubahan, Transfer Teknologi & Inovasi pada Program Pasca Sarjana Universitas Bina Bangsa
Jika tidak ada aral melintang Pak Wahidin Halim (WH) dan Pak Andika Hazrumi akan mengkahiri masa jabatan pada tanggal 12 Mei 2022. Tanggal tersebut menandai gelombang pertama pengisian pejabat kepala daerah gelombang pertama. Pasca putusan Mahkamah Kontitusi mengharuskan aturan teknis pemilihan pejabat kepala daerah. Kritik dari berbagai kalangan nampaknya belum direspon oleh Kemendagri dan nampaknya masih akan memakai rancangan peraturan lama yang telah disiapkan. Tulisan ini tidak dalam perspektif mekanisme dan tatacara pemilihan dan pengangkatan pejabat kepla daerah. Namun tulisan singkat ini mencoba membuat telaah singkat dalam kerangka inovasi sosial lima tahun masa jabatan Pak WH. Pembaca mungkin mempertanyakan bukankah kepemimpinan Banten periode 2017-2022 adalah paket pasangan Pak WH dan Pak Andika Hazrumi?. Penulis menimbang secara eksplisit acuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Penyelenggaraan tugas dan wewenang, instrumen yang disediakan adalah perangkat daerah yang dipimpin oleh sekretaris gubernur. Sekretaris gubernur akan dipangku oleh secretarias daerah karena jabatannya secara melekat. Tentu hal ini saja memberikan wewenang namun juga tanggung jawab yang besar. Berbagai tantangan sosial masa kepemimpinan Pak WH yang menonjol dan berhasil penulis catat setidaknya terdapat enam butir penting: (1) pelengseran Pak Ranta Suharta sebagai sekretaris daerah, (2) terjadinya tsunami di Selat Sunda pada akhir tahun 2018 yang mengakibatkan terpukulnya sektor pariwisata pantai, (3) pengangguran akut, (4) pandemi Covid-19, (5) mundurnya beberapa ASN di Dinas Kesehatan dari jabatannya, dan (6) penafsiran mundur dan non aktif Sekretaris Daerah Pak Al Muktabar. Atas tanggung jawab dan wewenang inilah prestasi yang dicapai atau wanprestasi yang tercatat akan dengan mudah dipantau, dicatat dan kemudian diberikan penilaian pada masa akhir jabatan Pak WH. Metode penilaian dengan memberikan bobot dengan rentang 1-10. Nilai maksimum dari enam rubrik yang dinilai adalah 60. Dengan menggunakan metode tiga kotak, maka dapat diklasifikasi rendah 1-20, sedang 21-40, dan tinggi 41- 60.
Inovasi Konteks VUCA Pada masa era keterbukaan infomasi melalui berbagai platform media masa maupun sosial, sebagai pemimpin organisasi publik dituntut secara transparan menggunakan dana publik yang berasal dari pajak yang dikonversi menjadi anggaran belanja pemerintah. Nitizen kerap menyuarakan ini jika dirasa pajak yang dibayarnya belum sepadan dengan dampak kebijakan pemerintah yang dapat dinikmatinya sebagai anggota masyarakat. Terlebih pada era VUCA; volatility (volatilitas), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), dan ambiguity (ambiguitas). Pada konteks ini menyebabkan berbagai tantangan sosial dan juga fiskal akan menelurkan beleid yang dapat mengatasi berbagai masalah dengan inovasi atau menghasilkan sesuatu yang baru atau metode baru (Pyka dan Hanusch, 2013). Keduanya mengembangkan konsep dasar inovasi dari Joseph Schumpeter (1942), kedalam ranah instrumen kebijakan publik sebagai akibat deraan tekanan krisis dan kecepatan perubahan dalam konteks VUCA.Terlepas dari sifat bermasalah dari istilah inovasi, dengan tempat yang diperebutkan dalam kaitannya dengan administrasi pemerintah khususnya, dan nuansa normatif positifnya yang kuat. Wacana telah menjelma amat penting bagi layanan publik untuk terlibat dengan konsep tersebut. Walaupun secara empirik inovasi pada kepemimpinan publik bukan satu-satunya sumber inovasi secara alami (Worogati & Suseno, 2022). Namun demikian tutuntan daya saing antar wilayah memeunculkan persiangan memperebutkan investasi untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya. Oleh karena itu matra “daya saing” juga menuntut kepemimpinan publik untuk membuka diri terhadap ide-ide baru dalam penyusunan kebijakan yang lebih terbuka dan partisipatif dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian pengembangan kapasitas inovasi akan menginternalisasi setiap kebijakan periodik dan berkelanjutan (Putra & Suseno, 2022). Inovasi lalu diperspektifkan kedalam ranah kebijakan menjadi inovasi sosial yang lebih aplikatif pada sektor public. Inovasi social akan berhadapan dengan fenomena social walaupun nampak sebagai fenomena ekonomi. Dalam kaitan ini terdapat alasan bahwa proses sosial dan lebih partisipatif yang berasal dari inovasi mencerminkan jenis interaksi sosial yang meningkatkan efisiensi dan kemanjuran terapi atas masalah sektor publik di Provinsi Banten. Memang harus diakui posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat masih banyak mengalami kendala antara lain (1) kurangnya dukungan politik dari pemerintah pusat, (2) kelembagaan yaikni terbentuknya secretariat gubernur yang bukan organisasi perangkat daerah, (3) dana dekonstasi dan (4) komunikasi dan interaksi sosial dengan bupati/wali kota di Banten belum optimal. Namun demikian dengan kelembagaan dan sumber daya yang tersedia dan bagaimana mengarahkan seluruh sistem ke arah kapasitas inovasi yang lebih besar. Salah satu peluang mendukung inovasi, termasuk peran kepemimpinan yang terkait dengan inovasi, adalah membangkitan sektor pariwisata pantai akibat tsunami akhir tahun 2018 dan saat kondisi belum pulih dihantam pandemic Covid 19 dengan segala pembatasan secara fisik. Jika diberikan skor untuk rubrik ini adalah masuk kategori sedang dengan skor 40. Mengamati kepemimpinan Pak WH selanjutnya adalah memberikan solusi atas akutnya pengangguran di Provinsi Banten yang selama 5 tahun kepemimpinannya belum pernah berda dibawah urutan ke lima pengangguran terbesar di Indonesia. Kondisi pengangguran selalu berada pada urutan 1 sampai dengan 3 secara bergantian. Pembuatan kebijakan dan komitmen penyediaan anggaran belum sepenuhnya inovatif dengan mengacu pada telaah kredibel berbasis riset untuk mengenali masalah dan sumber daya yang dapat dioptimalisasi oleh instrument organik organisasi perangkat daerah Provinsi Banten. Pada giliran ini pertanyaan mendasar adalah kualitas kepemimpinan dan inovasi untuk memandirikan warga Banten agar hidup lebih layak karena kemampuan memeperoleh pendapatan untuk menopang kehidupannya. Skor yang didapat Pak WH masuk kategori menengah rendah dengan skor 35.
Indikator Sosio-Kognitif Kepemimpinan Pak WH juga cukup menarik jika dibedah melalui pendekatan sosio-kognitif. Pisau analisis ini masih relatif baru dan belum banyak digunkan untuk menguji kepemimpinan dan manajemen public. Secara konseptual, pertama kali diperkenalkan oleh Brown (2013) yang memaknai pendekatan ini bahwa kepemimpinan pada organisasi yang melayani public adalah kepiawaian memproses informasi melalui keandalan kognitif, sehingga memiliki kemampuan menfilter beragam sumber mereka yang terlibat dalam alur bekerjanya pembuatan kebijakan. Pendekatan sosio-kognitif juga dapat digunkan sebagai alat ukur keberhasilan kepemimpinan public sebagai konstruksi social dimana pemimpin dan pengikut bersama-sama berkontribusi melalui sumber daya, proses dan tujuan (Suseno, et al., 2019 & Lord dkk. 2020). Dengan demikian jika jejak kebijakan Pak WH berkenaan dengan (1) pelengseran Pak Ranta Suharta sebagai sekretaris daerah, (2) mundurnya beberapa ASN di Dinas Kesehatan dari jabatannya, dan (3) penafsiran mundur atau non aktif Sekretaris Daerah Pak Al Muktabar, yang meninggalkan dampak tidak terjaganya atmosfer hubungan keakraban pemimpin – pengikut. Tiga kebijakan tersebut dapat dimaknai bahwa kepemimpina Pak WH belum berhasil mengeksplorasi talenta pengikut untuk mengungkit peran mereka untuk mendukung tujuan kepemimpinan publik yang jelas dibutuhkan oleh Pak WH. Akibatnya secara sosio-kognitif, keputusan-keputusan Pak WH beresonansi secara meluas pada interaksi social dan ranah publik. Respon dan penafsiran publik-pun akan mengindikasikan ketidakefektifan manajemen publik yang diperankan oleh kepemimpinan Pak WH. Dengan demikian penilaian atas kebijakan butir (1) diatas 45, butir (2) 40, dan butir (3) 54.
Teori Kepemimpinan Implisit Teori implicit leadership theory/ILT atau teori kepemimpinan implisit ini pertama kali diperkenalkan oleh Fiske dan Taylor (1991) Mengingat peran mendasar dari kategorisasi kognitif dalam pembentukan harapan dan perilaku baik peyang menganggap bahwa masyarakat memiliki hak menafsirkan, mengevaluasi dan menanggapi situasi kepemimpinan publik, melalui struktur dan konten visual yang dimanifestasikan oleh deskriptor sifat yang mencerminkan struktur kognitif paling mendasar sekaligus paling lengkap untuk memahami orang lain (Mahpudin & suseno, 2022), dalam hal ini tentu saja kepemimpinan Pak WH. Untuk menganalisis kepemimpinan pak WH, ILT tidak memerlukan atribusi kausal. Namun demikian gambaran implisit pemimpin publik akan dicitrakan pada setiap tanggapan situsasi yang diperankan olehnya. Hal ini tentu saja berkaitan dengan berbagai masalah dan tantangan yang ada dimasyarakat dan setiap saat memerlukan respon kepemimpinan. Selanjutnya terkait dengan respon atas konflik kelembagaan dan kewenangan juga penting sebagai prediktor kepemimpinan public. Pergulatan terhadap berbagai kontradiksi dan tarik ulur kebijakan pemerintah pusat, dan pengendalian pada kepemimpinan kabupaten dan kota akan mencerminkan keprofesionalan public Pak WH. Terlebih lagi dengan beragamnya pemangku kepentingan yang memerlukan tindakan dan keputusan pada tataran ranah publik akan berdampak secara politis baik formal maupun informal, walaupun tentu saja mantra kepentingan umum juga menyertainya (Suseno, 2019). Mendasarkan pada pisau analisis diatas rubrik yang relevan dinilai adalah penanganan pandemi Covid-19 beserta berbagai krisis yang menyertainya. Hasil suvei BPS Banten pada tahun 2020, 2021, dan 2022 mengungkap bagaimana perilaku masyarakat terhadap kepatuhan protokol pencegahan Covid-19 termasuk kepatuhan vaksin. Hasilnya cukup menggembirakan dalam kategori baik. Walaupun atas tanggapan masyarakat atas survey tersebut terdapat hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian yakni tingkat kepatuhan menghindari kerumunan masih tergolong rendah yakni hanya 8 persen. Kepatuhan untuk mebiasakan mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer nya 24 persen dan tetap menjaga jarak minimal dua meter sebesar 32 persen. Keberhasilan ini tentu perlu diapresiasi sebagai wujud bagaimana kepemimpinan publik Pak WH dipersepsikan oleh masyarakat dengan kepatuhan terutama bagai masyarakat di perkotaan yang memiliki akses informasi secara lebih baik. Sementara pada wilayah pedesaan disamping penguasaan informasi yangterbatas, juga menghadapi kekurangan sumber daya untuk memenuhi alat untuk mematuhi protokol kesehatan. Untuk kategori ini Pak WH mendapat skor 56 atau masuk kategori tinggi.
Penutup Berdasarkan penilaian secara agregat dari enam indikator utama yang telah dijelaskan diatas Pak WH mendapatkan nilai total 270 yang berarti nilai tertimbang adalah 45. Nilai ini masuk kategori tinggi pada tingkat rendah. Artinya perlu ada perbaikan secara serius agar masuk kekategori tinggi dan tingkat yang tinggi pula. Hal yang perlu mendapatkan perhatian terutama bagi pejabat gubernur dan nanti kepada gubernur definitif pada tahun 2024 adalah kebijakan yang lebih komprehensif dalam mengatasi pengangguran akut dan pemulihan pariwisata pantai yang sistemik melalui berbagai atraksi yang menahan wisatawan lebih lama berlibur serta tersedianya destinasi wisata baru. Perbaikan komunikasi dengan bupati dan walikota juga perlu lebih diintesifkan melalui berbagai forum yang terprogram, terutama untuk menjangkau penetrasi kebijkan pada kawasan pedesaan. Pun demikian komunikasi melalui berbagai kanal penting dilakukan kepada para ASN sebagai sumberdaya perancang dan pelaksana program untuk mengakselarasi belum tuntasnya masalah akut, agar masyarakat lebih sejahtera melalui kemandirian mengakses sumber kehidupan yang layak. Navigasi dari kepemimpinan publik penting dilakukan agar pengaruh kebijakan diberbagai arena dan lapisan mampu me-leverage beragam ide, sehingga inovasi menjadi daya ungkit antusiasme masyarakat . Partisipasi publik akan lebih bergairah karena ada ruang perdebatan konstruktif untuk mencapai kemajuan Provinsi Banten setelah melewati kesepakatan besar. Semoga.
Referensi Brown, Phillip (2013) Education, opportunity and the prospects for social mobility, British Journal of Sociology of Education, 34:5-6, 678-700, DOI: 10.1080/01425692.2013.816036 Fiske, S. T., & Taylor, S. E. (1991). Social Cognition, (2nd ed.). Mcgraw-Hill Book Company. Lord, R.G.; Epitropaki, O.; Foti, R.J.; Hansbrough, T.L. Implicit leadership theories, implicit Followership Theories, and Dynamic Processing of Leadership Information. Annu. Rev. Organ. Psychol. Organ. Behav. 2020, 7, 49-74. Mahpudin, Tatang; Suseno, Bambang Dwi. (2022). The Change Management of the Foam Manufacturing During the Covid-19 Pandemic: Case Study, International Journal of Business and Management Review, Vol.10, No.3, pp.51-70. Putra, Feby Arma; Suseno, Bambang Dwi. (2022). Industrial Revolution 4.0 as a Strategic Issue of Higher Education, International Journal of Scientific Research and Management (IJSRM), Vol. 10, No. 2, pp. 3045-3051. Pyka, Andreas & Hanusch, Horst. (2013). Social innovations in the perspective of Comprehensive Neo-Schumpeterian Economics, Edition 1st Edition, Imprint Routledge. Schumpeter, Joseph A .(1942). Capitalism, Socialism, and Democracy, University of Illinois at Urbana-Champaign's Academy for Entrepreneurial. Suseno, Bambang Dwi; Yuniawan, Ahyar; Dwiatmadja, Christantiu. (2019). The Model of Capability of Governance In Family Business: Empirical Study In Bus Transportation Industry In Jakarta, Indonesia, Journal Economic Cooperation and Development, 40, 2, pp. 25-58. Suseno, B. D. (2019). The Strength Of Justified Knowledge Sharing On Good Manufacturing Practices: Empirical Evidence on Food Beverage Joint Venture Company of Japan- Indonesia. Quality - Access to Success Vol. 20 (170), 130-135. Worogati; Suseno, Bambang Dwi. (2022). Micro-Enterprise Resilience Cowhide Crackers "RSD": Strategies to Increase Business Capacity, International Journal Of Engagement and Empowerment, Vol. 2, No. 1, Pp.25-32https://Doi.Org/10.53067/Ije2.V2i1 |